sumber gambar |
Telaga Warna
Selera wajah yang tak kunjung karam
teguh walau redup berlalu
kuasai keriput belulang pipi
batu-batu kening terkenang dalam almbum merah muda
lalu benang hitam yang tergerai
terombang-ambing dibelai rindu
aku beku
gempita mata menyergap
hingga dua kutub bersujud
padu dalam dada
bersemayang di pematang dentum jantung dan nadiku
Pantura, 1 April 2012
Mawar Putih
Jemariku patah
dipinang tarian lengan surga yang kau ikatkan di kedua bahuku
rekahkan sayap
menghentak-hentak bak meriam Belanda menimbun sejarah
dingin
dingin mengguyur punggung
aku mematung tertikam mawar putih yang kau selipkan pada belah bibir
kalah dengan senyum
Makam Agung, 4 April 2012
Ruang Persembunyian Sang Penakhluk
Wajahmu begitu sulit kucairkan
serpih senyuman itu semakin dalam melipur
menusukkan duka di antara diatrema jiwa
menjadi butir-butir mutiara dalam darah
menua
beku sejadi-jadinya
kembali pecah seperti bongkah berlian
indah helaian silaunya terbaca mata
meski darah melinangi ujung kempis
tajam mengakar di jantung
tak tau entah kapan tulisan ini berhenti menjelaskan
tinta-tintaku semakin luas menyibak Pasifik
mencari kuadran di mana kau disembunyikan Tuhan
di sana
dikantungi kelopak ungu
kau agung-abadi
Makam Agung, 4 April 2012
Awan Malam
Batu-batu putih bertabur di atap kepala
menutup rawa gelap
mengelilingi sumur cahaya yang gersang
letih tanpa keperawanan
aduhai malang melintang di dahi dan pahanya
berkilau menyulik retina
bulu lentik bak susuk duri landak
pedih tak terkira
kasar membatukan badan
Makam Agung, 5 April 2012
Nasi Goreng Tuhan
Tuhan,
lihatlah nasi goreng yang Kau tumpahkan di kelakar langit tuaMu
tambah tua tambah pula ia memudar
basi dan memutih seperti nasihat kayu
dan padi yang kering kurus dirampas tikus
Tuhan,
pandanglah kuning telur yang Kau benamkan pada piringan hitam pupilku
segankah Engkau membiarkannya gosong diliput airmata dosa
akankah jadi tulang persembahyangan utuh terhidang untukMu
mestinya kuning telur itu menambahkan daya dan vitamin pada daging-daging keimanan
tapi urat apa yang mengakar di sana, hingga ayat-ayat pedangMu terasa tumpul bak sebilah angin melewati dinding kendang lalu lalai terbuang
tanpa guna
Makam Agung, 7 April 2012
Biodata:
Umar Affiq adalah nama pena dari Mohammad Umar Muwaffiq. Lahir dan besar di Rembang, Jawa Tengah. Sekarang ia adalah seorang mahasiswa Teknik Informatika di Unirow Tuban, pegiat sastra dan menjadi anggota KOSTRA (Komunitas Sastra). Sejak kecil sering menjuarai lomba baca puisi Jawa (Geguritan) dalam beberapa ajang kompetisi. Karyanya pernah menjuarai Mei Review 2012 (Divapress), Flashnya dimuat dalam antologi Wonder Women (AE Publishing, 2012), Antologi Puisi Ibu (GP Publishing, 2012), Antologi Puisi Mengeja Hujan (Lentera Ilmu Jogyakarta, April 2013), puisinya juga dimuat di Majalah Atas Angin (Bojonegoro), kompas.com (Jumat, 5 April 2013), Radar Bojonegoro.
Tag :
Puisi
0 Komentar untuk "Puisi-puisi Umar Affiq"