Berpuisilah ~ Lalu dengarkan Jiwamu ~ Kau Akan Menemukan yang Hilang Tak Pernah Pergi

Puisi-puisi Kedung Darma Romansha

Hikayat Perkawinan

bulan ngantuk
bersandar di punggung malam
angin mengantarkan masa lalu yang dingin
dan suara-suara seperti roh masa silam
yang ingin mencekikmu dari belakang.
siapa yang kehilangan?
siapa yang akan melengkapi tubuhmu?
ada semacam bau syahwat
yang akan menyumbat hidungmu.
dan kau mengendus-endus bagai anjing lapar
yang kehilangan tuannya.
sementara takdir sudah lebih dulu
mendapati surga yang sepi
ketika dunia dalam diri
ingin mendapatkan tempatnya.
kita selalu mengulangi takdir yang sama
dosa yang sama
selalu menjadi lupa
bahwa baik-buruk dapat tempat yang sama.
inilah awal mula perkawinan itu
yang bikin kita terusir dari diri sendiri
rumah yang dulu mengusirmu di sini.

Sanggar Suto, 2012
Tebu
hiruplah wangi tubuhku
kau akan tahu
ke mana dialamatkan darahku:
kota-kota yang dikristalkan
di buku-buku yang berdebu.

hiruplah bau tubuhku
dari tulang-tulang besi berkarat
ketel yang terbatuk-batuk
pipa-pipa yang macet
dan limbah gula yang kecut.

rasakan perasan keringatku
di segelas teh hangat
sambil duduk manis
nonton gosip selebritis,
iklan coca-cola, pepsi
dan berita korupsi
yang tak pernah mati.
di sebuah minggu yang cerah
april yang basah.

pabrik-pabrik menanamku
getah tubuhku dikristalkan
dijual di toko-toko.
dan supermarket menanam tebu-tebu asing
lalu toko-toko meranggas
masa lalu kembali tumbuh di kota-kota
dan kita menjadi kutukannya
sebab sejarah menanamku
dalam buku-buku.

minumlah aku
airmata yang meretas dari tubuh kurusku
agar kau tahu pahitnya kenangan
pahitnya pengkhianatan.

Yogya, 2012

Barangkali Ada yang Ingin Kau Tanyakan
hujan tumpah
langit meludah.
kita berkemas
dari masa lalu yang cemas.

pertemuan kita tersangkut di jalan
tenggelam dalam secangkir kopi hitam
masa silam yang dingin.

dering telpon
bunyi alarm
mengingatkan mimpi semalam
pada senyummu yang basah
mulutmu yang resah.

kita cerita tentang kursi-kursi yang berdebu
ruang tamu yang berantakan
uang kontrakan yang belum dibayar
dan bau pesing kamar mandi.

apa yang kau ramalkan dari masa lalu saudara?
ramalan nasib yang membelot dari rencana
pertemuan yang tak terbayangkan sebelumnya
jadi hantu di tubuhmu
tumbuh serupa tulang dan rambut di kepalamu.

Hei, kamu

hei, kamu
gadis manis kiriman tuhan
turun menunggu malam
yang enggan berbagi dengan sunyi
dan angin jahat musim ketiga
mengusirku dari dongeng para ibu.
karena kamu, 
mimpi ibu yang lahir untuk anak-anaknya
adalah tuhan meludahkan adam dari surganya.

wahai kamu, senyummu menarikku
dari gosip jalanan
dari perempuan-perempuan aneh
yang sibuk dengan tubuhnya.
wahai kamu, kuselamatkan kamu
dari kebohongan bedak dan gincu
dari pikiran-pikiran yang sibuk 
dengan pantat dan payudara
dari kelamin dan hantu tubuhmu.

wahai kamu,
duduklah di sampingku
dan mari kita belajar untuk tidak
berbohong pada masa lalu.

Yogya, 2012

 
Kelahiran #2

apakah dunia ada 
ketika Adam selesai diciptakan?

pernahkah kita berpikir bahwa langit tak berujung
atau benarkah hidup mengambang di dalamnya?

lalu kita mesti melewati 
drama kolosal yang menyedihkan
sekaligus mengharukan ini.
sebab tak ada tempat lain
tak ada pilihan lain.

lalu setelah itu kita akan kemana?—
barangkali pulang ke rahim ibu 
mengawini sunyi di kolong langitmu
tempat semua peristiwa diciptakan.

Sanggar Suto, 2006-2012



Tarling Paceklik
cahaya bulan sobek
di atap rumah yang bocor
aroma kayu bakar meruap 
di udara yang kotor
suara dangdut tarling
lebih kering dari sawah
dan sungai-sungai kurus. 
lolong anjing lapar
melukai mimpi mereka 
di sepertiga malam.
doa mereka dicuri
dari lubang mimpi.
dan pagi,
jadi hal paling menakutkan untuk sembunyi
matahari malas mengendap-endap di atas kepala
udara lelah disetiap nafas mereka.
dari desa ke kota
dari pabrik ke klub malam
dari rumah bordil ke gang-gang sempit
tempat semua dimulai
dengan keringat dan kebohongan.

Yogyakarta, 2010 

Tarling: Drama musical 
di Indramayu dan Cirebon. 

Jam Dinding Kamarmu

usaplah usiamu yang mengembun itu
dan kaulihat angin mabuk
ambruk di halaman rumahmu.

tempias hujan mengetuk-ngetuk usiamu
di kaca jendela kamarmu
lalu kau teringat pada jam dinding kamarmu.

ada yang tertinggal di jalan
mungkin bau nafasmu
yang tersungkur di selokan,
di panti pijat, rumah bordil,
bibir perempuan, atau bayi yang kaubunuh
di rahim ibu.

adakah yang kautandai di garis tanganmu?
tentang orang-orang yang kau cintai
masa lalu yang sengaja kaurobek di tubuhmu
atau kau lupa melihat jam dinding kamarmu
yang loyo dan hampir mati.

Yogyakarta, 2010




Ziarah Nama  
kau kenang kamboja di hatimu 
di antara epitaf-epitaf masa lalu
sementara namamu masih bertahan 
di buku dan halaman malam
kau sebut nama-nama
barangkali kau akan menandainya
kursi kosong kembara
sehabis lunas keinginan dalam doa 
sebab barangkali kegagalan seperti sungai menuju muara.
 
gerimis jatuh ke dalam sunyi 
masihkah kau bercakap tentang burung-burung
kelelawar di lorong-lorong?
kautandai setiap rencana 
setiap udara yang mengembun di jendela.

dingin kata-kata
sepi suara. 
kau pun bergegas
mencacat nama-nama yang ranggas
kemudian mengumpulkannya
untuk kau tumpahkan di buku kelahiranmu.

Jogja, 2005-2006



Ada yang Terus Jatuh

seperti ada yang tumbuh
di halaman rumahmu
menggantikan mimpi-mimpi
yang dulu mengancam kita.

Sanggar Suto, 2005



Untuk Kita

terlampau lama
kita bawa resah.

sudah lama kita tidur
di atas ranjang berbau bangkai mimpi.

kita bicara
segelas kopi warnanya tua.

Sanggar Suto, 2004




Klise
kata-kata sibuk
orang-orang sibuk
meloncat dari buku-buku, 
koran-koran, radio, tv, masuk lubang kunci,
pintu ke pintu, rumah-rumah, kamar-kamar,
mulut ke mulut, botol bir, asap, mendung,
gunung, laut, sawah, sungai-sungai,
selokan, warung ke warung, ludah pelacur,
gonggong anjing, decak cicak,
dari coro yang merayap di tong sampah,
dari lelucon bodoh
dari puisi-puisi yang berdamai
dengan mimpi.

Sanggar Suto, 2010 




Muara Lautmu
sekali waktu kaudengar buih itu buncah
buih laut yang memanggil-manggil
ketika dingin angin kumbang menjauh
dimana kutemukan segala kisah
dari dongeng-dongeng usang di sungai darahku.
kembalikan riwayat itu
yang hanyut di kali cimanuk
riwayat orang yang memanggul minyak
di punggungnya.
“Lihatlah! kami bertabrakan
gentayangan dalam gelap 
di mana lampu! di mana lampu!
kami lupa asin keringatmu”
kemana kau akan pergi?
di sinilah tanahmu
sorga yang dirampas diam-diam
ketika malam membungkam segala ingatan.

sekali waktu kaudengar buih itu buncah
buih yang pecah di dadamu.

Yogya, 2009  




27.05.06.05:53

setiap kali kepala mereka 
membangun cerita baru
rumah-rumah serupa debu
mengepul di jalanan. 
doa bermekaran 
menguar di antara reruntuhan mayat
dan jerit tangis anak-anak.

sepanjang jalan tak bernama
sepanjang langit mencatat nama-nama
dinding-dinding menggeleparkan ingatan masa silam
catatan keluarga dan kenangan.
anak-anak hilang dan sembunyi
mungkin ke langit 
membawa sunyi.

sebagian ruh tertelan
sebagian kenangan tertimbun.

segala yang hadir
dan terpisah dari tubuh
sungguh siapa bisa menyangka
bahwa kita akan meninggalkan separuhnya 
dari waktu yang menjemput tiba-tiba.

Yogya, 2006



Hari Sudah Malam
- Manganti

jangan biarkan keterjagaan ini dikulum waktu
biar deras hujan menjadi bagian kalender di kamar.
tapi hari sudah malam
sebentar lagi rindu akan padam. 
tidurlah! 
esok kita akan membangun pagi.

Sanggar Suto, 2005


Kedung Darma Romansha, kelahiran Indramayu, 1984. Alumnus Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, UNY. Karya-karyanya termuat di beberapa media massa baik lokal maupun nasional dan beberapa antologi bersama. 

Telah terbit novel pertamanya Slindet dalam format digital dan POD (Bentang Pustaka, 2012), dapat dikunjungi di mizan.com dan wayangforce.com. Bergiat di Sanggar Suto, Rumah Lebah, Rumah Poetika, dan Saturday Acting Club (SAC). Kini menetap di Krapyak wetan Yogyakarta. 

Yogyakarta, 2004-2011
Kedung Darma Romansha lahir di Indramayu, Jawa Barat, 1984. Alumnus Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta, ini bergiat antara lain di Komunitas Rumahlebah Yogyakarta

Tag : Puisi
0 Komentar untuk "Puisi-puisi Kedung Darma Romansha"

Back To Top